30 August 2010

RUMAH CORDOBA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DI AS

Oleh Muhammad AS Hikam

President University
Kota Jababeka, Cikarang, Jabar

Artikel Doug Bandow, seorang pakar dari Cato Institute, sebuah lembaga tangki pemikir yang kondang di AS, bisa jadi merupakan sebuah potret hipokrisi sebagian tokoh dan publik Amerika berhadapan dengan Islam dan kaum Muslimin yang makin berkembang di negeri itu  www.huffingtonpost. Bandouw mengatakan, kegaduhan yang muncul akibat proyek pembangunan Rumah Cordoba atau yang dikenal dengan Masjid dan Pusat Kegiatan Lintas-agama di kawasan Manhattan bawah, dekat Ground Zero, adalah ekspressi ketidak taat-asasan terhadap Konstitusi Amerika yang menjamin kebebasan beragama. Dia mengatakan bahwa protes keras yang muncul terhadap gagasan dan pelaksanaan proyek tersebut seolah olah ingin mengatakan bahwa " Memang Amerika adalah negeri untuk orang-orang yang menghendaki kebebasan, kecuali kaum Muslimin." Kenapa begitu? Jawabnya sangat jelas: penolakan yang dilakukan secara vulgar oleh sementara tokoh politik dan publik di AS itu adalah semacam sasaran politik untuk menyudutkan Islam dan kaum Muslimin sebagai pihak yang secara kolektif bertanggungjawab dalam aksi teroris 11 September.


Padahal, secara eksplisit dan transparan, tidak ada aturan hukum yang dilanggar oleh pemrakarsa pembangunan Rumah Cordoba tersebut. Dari sisi Konstitusi negeri itu, jelas bahwa kebebasan menyatakan pendapat dan beragama, yang dikenal sebagai Amendemen Pertama (The First Amendment) tidak dapat dihalangi oleh siapapun. Mengutip ucapan Senator Orrin Hatch dari negara bagian Utah, "At the core of religious freedom is the ability for assemblies to gather and worship together." (Inti kebebasan beragama adalah kemampuan para jemaah untuk berkjumpul dan melakukan peribadatan bersama). Selain itu upaya menghalangi pembanguna tempat ibadah juga akan berhadapan dengan UU Penggunaan Lahan untuk Kepepentingan Agama dan Orang-orang yang Dipenjarakan (Religious Land Use and Institutionalized Persons Act). UU ini memang dibuat pada th 2000 khusu untuk membentengi kemungkinan pemerintah daerah melarang pembangunan tempat-tempat ibadah bagi agama atau kelompok-kelompok spiritual yang banyak bermunculan di AS dewasa ini.

Lalu kenapa penolakan terhadap pembangunan Rumah Cordoba tersebut begitu gencar dan meluas? Salah satu sebabnya adalah pandangan keliru bahwa Masjid tersebut merupakan simbol dari apa yang beberapa tahun belakangan ini dianggap sebagai "musuh Amerika" yaitu terorisme dan yang secara serampangan disamakan dengan Islam. Bahwa para pelaku teror di New York adalah orang-orang Islam, hal tersebut memang fakta yang tak bisa dimungkiri. Namun tidak bisa kemudian fakta itu digeneralisasi bahwa semua ummat Islam di AS (dan di dunia) idem ditto adalah pelaku, pendukung atau setidaknya mendiamkan aksi terorisme atas nama Islam. Jika ada kejujuran di dalam membandingkan korban-korban nyawa antar yang dilakukan oleh para teroris di Menara kembar WTC dengan jumlah korban tewas di Irak dan Afghanistan (yang adalah perang dalam rangka memberantas terorisme), maka jumlahnya sangat jauh tidak seimbang.Korban serangan di kedua negara yang melibatkan orang-orang tak berdosa mungkin sepuluh kali lebih banyak dari aksi teror Al Qaeda di New York.

Namun itu tak berarti orang harus memaafkan dan tidak mengutuk aksi teror 11 September atau semacamnya. Yang diperlukan adalah sebuah sikap adil: bahwa Islam dan ummat Islam tidak bisa digebyah uyah dengan pelaku yang mengatas namakan Islam dengan menggunakan teror. Bahkan orang Amerika seharusnya memahami kenapa terjadi serangan terhadap kepentingan AS di mana-mana di berbagai kawasan. Ia adalah perlawanan terhadap arogansi dan penindasan terhadap sebagian ummat Islam demi kepentingan AS yang dilakukan oleh orang Amerika ataupun penguasa lokal yang menjadi pengikut butanya. Semestinya Amerika dan bangsa Amerika harus menampilkan diri sebagai bangsa dan negara yang konsisten terhadap penghargaan atas Hak Asasi Manusia (HAM) jika ingin tetap mengklaim dirinya sebagai pemimpin (champion) kebebasan dan kemerdekaan serta perlindungan HAM di planet bumi ini.

Kegagalan melaksanakan proyek lintas-agama di Manhattan justru akan merugikan AS sendiri dan menjadi justifikasi bagi musuhnya untuk menggarisbawahi sikap hipokrisi dan standar ganda yang mereka ipergunakan untuk mengritik AS. Sebaliknya jika berhasil, maka AS akan semakin membuktikan bahwa demokrasi dan perlindungan HAM memang merupakan dua pilar bagi perdamaian dan kemakmuran semua bangsa. Secara tidak langsung, AS juga akan memiliki otoritas moral untuk meminta dan bahkan menekan negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim -yang selama ini sering tidak toleran terhadap kaum minoritas-, agar berkomitmen terhadap perlindungan HAM dan prinsip-prinsip demokrasi. Pilihan yang penting ini tentu tidak dipikirkan oleh para pengeritik pembangunan Rumah Cordoba di Manhattan. Sebab hati dan pikiran mereka telah dipenuhi oleh kebencian dan prasangka buruk terhadap Islam dan kaum Muslimin.

No comments: