16 August 2010

REVOLUSI DIAM-DIAM ATAU KEMUNDURAN REFORMASI DIAM-DIAM ?

Oleh:

Muhammad AS Hikam
President University
Kota Jababeka, Cikarang, Jabar

Menarik untuk didiskusikan assessment politik Presiden SBY dalam pidato kenegaraan (State of Union Address) hari ini di depan rapat gabungan DPR-DPD RI, bahwa 10 tahun reformasi yang telah berjalan di negeri kita adalah hakekatnya sebuah "revolusi diam-diam" (the quiet revolution). Disebut demikian, karena telah terjadi perubahan-perubahan politik yang fundamental di Indonesia selama satu dasawarsa ini, tanpa melahirkan gejolak-gejolak besar, kecuali pada masa awalnya. Presiden mengajukan bukti-bukti pendukung bagi statemen beliau, antara lain: 1) Sejak reformasi bergulir pada 1998, Indonesia telah melangkah jauh dalam transisi demokrasi; 2) Tiga kali Pemilu langsung telahdilaksanakan dengan baik; 3) TNI bertransformasi menjadi profesional dan tidak berpolitik; 4). Pers telah diberi kebebasan; dan 5) Desentralisasi telah berkembang dan membuahkan pemilu kepala daerah langsung.

image source :  komisiinformasi.go.id

Adalah cukup fair untuk mengatakan bahwa assessment Pak SBY secara makro cukup valid untuk dikemukakan. Bahwa negeri ini telah berhasil diakui sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, bukanlah hal yang sepele. Juga bahwa telah terjadi transformasi TNI menjadi professional tanpa pertumpahan darah atau konflik internal, adalah sebuah capaian yang sangat penting dan mengagumkan dari sebuah negara yang hampir 4 dasawarsa dikuasai oleholigarki militer-sipil. Juga bahwa Pemilu langsung memilih Presiden dan chief executive di daerah, adalah sebuah keberhasilan demokratisasi yang sangat penting bagi bangsa dan negara kita.
Persoalannya adalah, kita tidak hanya berhenti pada capaian makro, tetapi juga patut menelisik lebih dalam substansi reformasi tersebut apakah telah juga mengalami dan menciptakan perubahan fundamental? Tengok saja kualitas lembaga eksekutif dan legislatif kita, baik di pusat maupun daerah,yang masih belum efektif dalam memberikan apa yang telah mereka janjikan dan programkan kepadapara stakeholders- nya yang utama yaitu rakyat. Dibalik capaian makro angka-angka pertumbuhan ekonomi, ternyata terdapat kesenjangan yang luar biasa manakala kita melihat kondisi riil perekonomian rakyat, khsususnya para petani dan pengusaha kecil. Dibalik besarnya anggaran pendidikan nasional yang dibanggakan oleh para politisi kita, terpampang sebuah perkembangan menakutkan akanterjadinya pengkastaan pendidikan dan penurunan kualitas anak didik, mulai dari tingkat SD sampai PT. Dibalik kiprah pemberantasan korupsi yang digembar-gemborkan oleh pemerintah, terbukti begitu banyak kasus mega korupsi yang tak jelas ujung-ujungnya, padahal melibatkan para elite penguasa dan kompradornya. Bahkan dalam hal ini yang palingmenyesakkan dada rakyat adalah fakta bahwa para penegak hukum sendiriyang menjadi pelaku dan kemudian bisa melenggang dari jerat hukum!

Itulah sedikit gambaran bahwa apa yang dikatakan sebagai perubahan fundamental, ternyata masih belum menyentuh substansi reformasi.Malahan, karena diskrepansi yang makin jauh antara sisi kulit dan isi tersebut, saya khawatir yang terjadi bukanlah "revolusi" diam-diam (the quiet revoluition), tetapi "kemunduran" diam-diam (the quite regression) dari elan dan kiprah reformasi. Pertanda terjadinya kemunduran tersebut terlampau banyak untuk disebutkan, namun yang paling nyata adalah kegagalan parpol untuk menjadi lokomotif penyelenggaraan politik dan kenegaraan sesuai harapan dan amanat reformasi. Karena kegagalan itulah maka hampir seluruh proses politik dan kenegaraan mengalami stagnasi dan malah di beberapa tempat terjadi proses pendangkalan, pembusukan, dan penghancuran diam-diam terhadap sistem politik demokrasi. Yang terakhir ini jelas terlihat dari faktamakin meruyaknya intoleransi danpemakaian kekerasan oleh sesama warga masyarakat sipil karena sentimen-sentimen komunalisme dan primordialisme serta politik identitas. Apa yang dinyatakan oleh Pak SBY mungkin tidak salah, apalagi dalam konteks beliau sebagai pemimpin inkamben. Sudah jamaknya beliau melantunkan capaian dan keberhasilan,namun sedikit menyinggung masalah kronis yang sedang menggerogoti keberadaan kita sebagai bangsa.

Kita sebagai wrganegara yang memiliki rasa tanggungjawab terhadap masa depan negara dan bangsa, tentu tidak boleh terlena oleh lantunan puja dan puji. Bukan karenakita nyinyir atau pesimis, tetapi karena kita memiliki begitu banyak fakta yang bisa kita sodorkan bahwa kita akan menipu diri sendiri kalau kita sudah puas dengan capaian yang dilakukan oleh pemerintah. Negara kita masih sangatlemah dan tergantung kepada kekuatan eksternal. Bangsa kita makin hari makin kehilangan rasa kebersamaan. Publik makin tidak suka dengan hal-hal yang memerlukan kecerdasan dan pencerahan. Orangtua semakin egoistis dalam mendidik anak-anaknya. Anak-anak yang notabene adalah pelanjut bangsa semakin mengalami disorientasi dan tercerabut dari akar budaya sendiri.

Memperingati 17Agustus sebagai kelahiran bangsa ini berarti mengulangi ikrar untuk menciptakan sebuah langkah permulaan baru (new beginning). Kita merefleksikan capaian dan kegagalan untuk memperbaiki dan menciptakan pembaharuan. Kritik terhadap kondisi yang sekarang kita hadapi merupakan sebuah langkah penting yang perlu diapresiasi, bukan dilecehkan apalagi dihindari. Dirgahayu RepublikIndonesia! Semoga perjalanan kita ske depan akan semakin tegap dan tegar menuju kejayaandan kebesaran bangsa sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pejuangdan pendiri bangsa.

Kota Jababeka, 16 Agustus 2010

No comments: