Muhammad AS Hikam
Hari ini tepat milad atau ultah Almaghfurlah KH Abdurrahman Wahid yang ke 70. Kita sebagai Gusdurians dan warga negara yang mencintai demokrasi dan berwawasan kebagsaan akan terus memaknai milad ini dengan upaya-upaya pengejawantahan pemikiran dan perjuangan beliau dalam konteks yang bermacam-macam sesuai dengan kondisi kita dan setting kita berada. Melalui jejarning sosial seperti facebook, misalnya, kita dapat memaknai hasil-hasil pemikiran dan kiprah beliau secara terbuka dan inovatif. Bagaimanapun juga warisan beliau yang sangat berharga bagi ummat Islam, bangsa Indonesia, dan kemanusiaan universal hanya akan dapat diejawantahkan secara dinamis kalau kita mampu menerapkannya dengan tepat. Demikian juga, tidak ada satu pihakpun yang bisa memonopoli warisan pemikiran dan perjuangan Gus Dur, termasuk keluarga beliau yang kita hormati. Semakin berkembang dan bervariasi upaya penerapan tersebut, semakin akan abadi dan relevan pula warisan beliau untuk kita yang tak lagi bisa bertemu beliau secara fisik.
Untuk itulah halaman seperti The Gusdurians di fecebook ini diciptakan dan disosialisasikan, bersama pula dengan puluhan atau mungkin ratusan halaman (pages) tentang Gus Dur yang lain. The Gusdurians, hanyalah sebuah titik atau satu tetes dari isi lautan kekayaan pemikiran dan perjuangan beliau. The Gusdurians tidak punya klaim untuk menyaingi siapapun apalagi memonopoli kebenaran dalam menafsirkan apa yang pernah dinyatakan atau diperbuat beliau. Namun The Gusdurians juga memohon agar kiprah mereka tidak dibatasi dengan klaim-klaim pihak lain sebagai yang paling "tepat" atau "asli" dalam menafsirkan Gus Dur dan pemikiran serta perjuangannya. Penggagas dan pengelola halaman ini mengikuti epistemologi dan metodologi hermeneutika yang mengedepankan keterbukaan teks bagi penafsiran, sehingga sang pembuat teks bisa saja tidak bisa mengontrol penafsirannya. Tentu epistemologi dan metodologi seperti ini bukannya tanpa resiko, tetapi resiko tersebut akan dicoba untuk diatasi dengan senantiasa berpegang pada etik dan etiket yang benar dan dapat dipertanggung-
jawabkan secara moral.
Masih sangat segar ingatan dan kenangan saya dengan Almaghfurlah dalam konteks ini, yakni ketika beliau berbeda pendapat dengan saya mengenai bagaimana perolehan suara PKB pada Pemilu 2004. Gus Dur sebagai pemimpin Partai dan seorang yang mengemong banyak orang cenderung menggunakan wacana yang sangat optimis, sementara saya yang punya latarbelakang akademis dan mengutamakan bukti empiris ketimbang yang spekulatif, kadang-kadang sampai pada kesimpulan yang berbeda. Suatu saat, beliau sedang berpidato di depan anggota Fraksi PKB di DPRD Propinsi Jatim berkaitan dengan pembekalan untuk pemilihan Gubernur. Dalam pidato tsb beliau sempat menyinggung prediksi tentang perolehan PKB pada Pemilu yang akan datang (2004), yaitu bahwa partai ini akan menyabet 49% suara. Namun demikian, kata GD, "ada juga yang tidak yakin kita bisa ampai sebesr itu, misalnya Kang Hikam, yang hanya meprediksi sekitar 20%". Saya yang juga hadir langsung interupsi: "Bukan 20% Gus, tapi 12%." Gus Dur pun sambil tertawa mengatakan: "Lho kan, malah lebih rendah lagi. Tapi ya ndak apa yang penting kita bekerja keras, nanti mana yang benar kan ketahuan."
Itulah Gus Dur, yang sangat luas, lugas dalam pandangan, dan membiarkan perbedaan pendapat terjadi asalkan disertai dengan argumen yang bisa dipertanggungjawabkan. Kenyataannya memang PKB hanya memperoleh sekitar 11% suara nasional dalam Pemilu 2004 yang lalu, dibawah capaian Pemilu 1999 yang meraih 13% suara. Ketika GD saya tanya soal kenapa prediksi beliau terlalu jauh, beliau juga menjawab dengan enteng: "Lha pemilunya memang berjalan tidak fair, banyak penyimpangan kok. Makanya PKB cuma mendapat segitu, Kang. Coba kalau jurdil dan tidak ada rekayasa, pastilah tidak cuma sebelas persen." Saya bisa memahami argumen GD seperti itu karena memang banyak ditemukan masalah namun oleh KPU tidak diselesaikan dengan baik.
Saya selalu merasa comfortable jika mempunyai perbedaan pendapat dg beliau karena hal tersebut akan memperkaya dan memperluas cakrawala pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan . Sayang sekali karena kepentingan-kepentingan pragmatis para elite partai sering masalah perbedaan pendapat tersebut dianggap sebagai perlawanan atau ketidak loyalan dsb. Padahal, prinsip yang selalu saya pakai adalah, jika keputusan sudah diambil oleh GD tidak ada lagi argumen, namun sebelum ada keputusan maka berbagai masukan harus disampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan beliau. Pelajaran inilah yang selalu saya pegang dan merupakan salah satu kunci keberhasilan sebuah organisasi dan manajemen.
Dirgahayu Milad Gus Dur, semoga para Gusdurians tetap semangat dalam melanjutkan dan mengembangkan pemikiran dan perjuangan beliau!
No comments:
Post a Comment