29 August 2010

MENUNGGU HADIAH LEBARAN TERMAHAL DARI GUBERNUR JABAR

Oleh Muhammad AS Hikam
President University
Kota jababeka, Cikarang, Jabar

Siapa bilang Indonesia mengalami krisis ekonomi atau bahwa setelah reformasi berjalan selama satu dasawarsa kemiskinan tidak juga berhasil ditekan? Kalau adayang bilang begitu, dia perlu mengunjungi Provinsi Jawa Barat dan langsung ke kantor Gubernur Ahmad Heryawan (AH). Kalau bisa dalam minggu-minggu ini, karena Pak Gub akan memberi hadiah yang termahal yang pernah saya dengar di Republik ini selama 65 tagun usianya. Pak AH akan menyebar kartu lebaran yang biayanya sekitar Rp 2, 5 miliar. Heran? Tak perlu. Karena dia memang punya "kewenangan" untuk mengeluarkan biaya tersebut selaku Eksekutif di Provinsi tersebut dan tentu saja sang Gub tidak akan menya-nyiakan kesempatan emas ini. Jadi, menurut kabar (Media Indonesia, 20 Agustus 2010, hal. 4/Umum) Pemda Provinsi Jabar telah mengeluarkan 350 ribu kartu lebaran yang harganya ditotal sebesar Rp 1, 5 milar, lalu akan ditambah biaya untuk membuat perangko khusus bergambar sang Jabar I yang biayanya Rp 1 miliar?

image mediaindonesia.com
Perangko bergambar Gubvernur? Mengapa tidak?. Lupakan saja bahwa para mantan Presiden juga masih ada yang belum ada perangkonya, atau para pahlawan nasional yang juga masih menunggu restu PT Pos Indonesia untuk diavbadikan dalam perangkonya. Mungkin Pak Gub berpikir, kalau Komodo saja bisa jadi model perangko, mengapa seorang Ahmad Heryawan tidak? Maka PT Pos pun tanpa ba atau bu langsung merestui (dengan tergopoh-gopoh dan senyam senyum tentunya) untuk membuat perangko khusus edisi lebaran propinsi Jabar dengan gambar wajah sang boss. Narsis? mungkin. Tapi siapa peduli? Yang penting kan AH tidak usah repot-repot merogoh kocek sendiri. Dana sebesar itu, yang menurut akal waras bisa dipakai untuk membiayai pendidikan atau kesehatan, toh diperoleh dari sumber APBD. Bagaimana sikap DPRD Jabar? Bukankah tampang-tampang mereka tidak akan ada yang akan muncul di perangko atau di kartu lebarann itu? Jawabnya mudah: bukan cuma sekali ini DPRD Jabar disuap dan mulutnya terkunci. Ingat kasus uang kadeudeuh yang kemudian dibelikan perumahan DPRD Jabar beberapa tahun lalu?

Tingkah laku pejabat kita, bukan hanya di pusat, tetapi juga di daerah, makin menunjukkan gejala sakit mental yang akut. Mereka semakin mengalami masalah hubungan dengan realitas di sekitarnya, dan hanya memikir kebesaran diri sendiri alias megalomania. Apa yang dilakukan Gubernur Jabar ini akan menjadi salah satu bukti lagi untuk memperkuat argumen pihak-pihak yang nyinyir terhadap Reformasi dan demokratisasi, bahwa kedua proses itu telah gagal. Bukan saja para pejabat dan DPR/D semakin banyak yang harus berurusan dengan Pengadilan karena korupsi, tetapi pada saat yang sama mereka juga makin kreatif mencari lubang-lubang (loopholes) untuk melakukan penyalahgunaan keluasaan dalam segala bentuk lain. Tentu dengan hasil yang lebih besar lagi! Gubernur Jawa Barat yang mestinya paling mengerti bahwa daerahnya adalah yang per-kapita termasuk paling miskin di seantero Jawa itu, merasa tidak ada masalah dengan membuat kartu lebaran dengan biaya negara sebesar itu, karena dia dan didukung DPRD Jabar akan mampu mempertanggungjawabkan kegiatan itu sesuai prosedur. Kalau toh nanti harus berursan dengan PBK, BPKB, atau bahkan KPK, toh sudah tersedia pengacara. Paling apes, masuk bui tetapi kan juga ada remisi yang memungkinkan para koruptor melenggang lagi setelah menginap di hotel prodeo satu atau dua tahun.

Yang penting, dalam pikiran pejabat seperti AH, dia bisa menguras duit negara sebesar-besarnya untuk pencitraaan diri dan partainya. Perkara bahwa dia adalah kader PKS yang tersohor sebagai partai Islam yang mengkaim bersih, pintar, dan berkualitas, itu soal lain. Sekali lagi, pejabat seperti ini memang pada akhirnya lebih merupakan parasit ketimbang pemimpin yang memahami apa kepentingan daerah dan rakyatnya. Ketika ia ditanya, ia pun kalem saja menjawab bahwa "Tak ada motif lain kecuali keinginan kami sebagi kepala daerah untuk bersilaturrahim dengan beberapa penduduk Jabar." Silaturrahim? Beberapa penduduk? Sungguh sebuah metode manipulasi terhadap ajaran agama yang luar biasa dalam pemahaman saya, karena silaturrahim yang paling efektif justru bukan denga menyebar kartu lebaran (sms pun sudah lebih dari cukup), tetapi dengan menyantuni fakir miskin. Jumlah 350 ribu lembar kartu bukanlah hanya "beberapa", kalau AH memang pernah belajar hitung-menghitung!

Negeri ini, seperti banyak orang bilang, memang sedang sakit. Bukan saja pemimpinnya, tetapi juga rakyatnya yang tenang-tenang saja melihat kelauan pejabat seperti AH bisa melakukan praktik yang sangat memalukan itu. Saya tidak hanya mengritik prilaku Pemda Jabar, tetapi juga rakyat dan masyarakat sipil Jabar yang menganggap perbuatan mubadzir tersebut sebagai sesuatau yang wajar karena mereka membiarkan hal ini terjadi dan siapa tahu malah bergembira menerimanya. Seharusnya rakyat Jabar dan para tokoh masyarakat serta pemimpinnya, rame-rame mengumpulkan kartu lebaran bergambar AH itu di satu tempat lalu dengan disaksikan publik diberi tulisan besar-besar "INILAH WUJUD KEMUBADZIRAN PENGUASA." Dengan menunjukkan penolakan seperti itu, maka tujuan AH untuk menampilkan diri secara narsisitik kepada publik bahwa ia adalah seorang pjabat yang sukses, akan sia-sia. Namun jika rakyat dan para pemimpin Jabar diam, maka jangan salahkan kalau lebaran tahun depan akan dibuat hadiah yang spektakuler lagi. Mungkin AH akan membuat ketupat dari emas, atau apapun yang hanya bisa dilakukan oleh seorang meaglomania dan narsis. Dan pasti dengan biaya APBD!

Saya hanya bisa berharap bahwa penyalahgunaan kekuasaan seperti ini pada akhirnya akan membangkitkan kegusaran rakyat dan mereka kemudian menuntut keadilan kepada pemimpinnya. Apakah harapan saya ini hanya mimpi di siang bolong, kita serahkan saja kepada sejarah...

Jababeka, 29 Agustus, 2010

No comments: