by Muhammad A S Hikam
Ketika publik di Indonesia sangat merasa tersinggung dengan insiden perbatasan laut Indonesia-Malaysia, dan para wakil rakyat di Parlemen umumnya cenderung menginginkan sikap tegas terhadap negeri jiran itu, ternyata PKS mempunyai pandangan dan sikap berbeda. Statemen Sekjen PKS, Anis Matta (http://www.detiknews.com/read/2010/08/26/162518/1428748/10/) dan Mahfud Siddik, Wakil Ketua Komisi I FPKS di DPR-RI, menunjukkan bahwa parpol Islam yang sedang naik daun ini justru meneriakkan peringatan agar Indonesia tidak mengambil sikap keras, tetapi memilih penyelesaian melalui pedekatan persahabatan. Kedua pentolan PKS ini mengkhawatirkan jika sikap keras yang diambil, Indonesia justru berpotensi menjadi pihak yang rugi. Anis dan Mahfud mengambil contoh konkret: mau dikemanakan dua jutaan TKI di Malaysia jika seandainya Indonesia memutuskan hubungan diplomatik atau pendekatan keras semacamnya?
gambar : inilah.com |
Hemat saya, PKS ingin menunjukkan komitmennya sebagai partai yang memiliki ideologi Islam dan konstituen Muslim sehingga persaudaraan kaum Muslimin (ukhuwwah Islamiyyah) di kedua negara merupakan faktor yang sangat penting untuk dipertahankan. Manuver politik dengan mengapropriasi wacana TKI dan nasib mereka di Malaysia digunakan PKS untuk "sekali tepuk membunuh dua lalat." Artinya, bukan saja Partai Islam ini menampilkan diri sebagai pembela nasib kaum pekerja migran Indonesia (dan karenanya idem ditto menjadi pembela kepentingan rakyat), tetapi pada saat yang sama ia juga membela keutuhan solidaritas ummat Islam di Indonesia dan Malaysia.
Tentu PKS memiliki target yang lebih jauh dari sekedar kepentingan jangka pendek pulihnya hubungan Ri-Malaysia. Tujuan jangka panjang partpol ini adalah kepentingan partai menggalang kekuatan ummat Muslim di kedua negara untuk saling membantu dalam memperjuangkan cita-cita yang sama di masa depan. Hal ini tak mengherankan, sebab jika kekuatan Islam di Malaysia dapat bersinergi dengan kekuatan Islam di Indonesia akan muncul sebuah blok kekuatan politik yang mesti diperhitungkan di kawasan. PKS tampaknya melihat adanya celah (hiatus) yang belum tergarap oleh parpol Islam selama ini, dan ia ingin menjadi pemeran utama di sana. Oleh sebab itu, PKS cenderung melihat sikap anti Malaysia yang umumnya dipertunjukkan oleh kelompok nasionalis dan sebagian publik di Indonesia merupakan sebuah tantangan dan bahkan ancaman terhadap peluang terjadinya sinergi tersebut. Bisa jadi bahwa para elite PKS melihat bahwa kecenderungan untuk memperpanas konflik antara kedua negara tak lepas dari keinginan kekuatan yang tidak menginginkan adanya sinergi kekuatan Islam di Semenanjung Melayu dan Kepulauan Nusantara. Itulah sebabnya, slogan sahabat dan serumpun menjadi penting untuk diajukan dalam wacana resolusi konflik bagi PKS.
Jika strategi dan pendekatan ini berhasil dan relasi kedua negara kembali normal, maka PKS akan menangguk simpati publik bukan saja di Indonesia tetapi juga di Malaysia. PKS akan dilihat sebagai kekuatan politik Islam moderat dan rasional yang mampu memberikan solusi yang inklusif terhadap konflik antar-negara. Di dalam negeri, PKS juga akan semakin mampu menepis tudingan miring dari lawan politiknya yang meragukan nasionalisme dan kesetiaan terhadap NKRI. Jika analisis ini ada benarnya, maka kecermatan dan kemampuan PKS dalam mengelola politik dan hubungan internasional perlu diacungi jempol. Partai ini telah mengundang decak kagum di tingkat nasional ketika muncul kasus Centurygate dengan menolak tunduk kepada koalisi parpol pendukung Pemerintah. Saat itu partai ini telah menampilkan citra sebagai kekuatan politik yang berani melawan arus. Sayangnya paska Centurygate, PKS tampak terbawa arus balik dengan menjadi bagian Sesgabsi dan kurang greget dalam membela penuntasan Centurygate tersebut. Keterlibatan salah satu anggota Fraksinya dalam skandal Bank Century, semakin menyurutkan citra baik yang susah payah dibangunnya.
Kini muncul kesempatan lagi bagi PKS merebut simpati publik yang sempat terpuruk itu melalui penyikapan atas sengketa dan krisis Indonesia-Malaysia. PKS tentu siap dengan resiko bahwa jika terlalu melawan arus publik yang sedang gerah, maka bisa saja ia akan mendapat reaksi negatif dari publik. Itu sebabnya ia mengambil dua jalur: di satu pihak mengritik penanganan konflik dari Pemerintah RI, namun di pihak lain, PKS menampilkan diri sebagai pihak yang nalar dan tak terbawa emosi dengan mendukung pendekatan persahabatan. Sebuah langkah politik yang cerdas dan inovatif, serta menarik untuk terus diikuti perkembangannya di waktu-waktu mendatang.
No comments:
Post a Comment