22 August 2010

Analisa Berita : Kemhan: Tak Mungkin Senjata TNI Dipakai Merampok

berita lengkapnya disini

by Muhammad A S Hikam

Ucapan Karo Human Kemenhan. I Wayan Widhio (IWW), bahwa tidak mungkin senjata TNI dipakai oleh para perampok bersenjata api (senpi) yang akhir-akhir ini meresahkan masyarakat, seharusnya memberi rasa tenang dan aman kepada kita. Saya sengaja menggunakan kata "seharusnya", karena publik pada umumnya masih skeptis terhadap bantahan-bant...ahan yang terlalu cepat keluar dari para pejabat. Biasanya, kalau ternyata nanti ada bukti bahwa senjata-senjata itu memang pernah dimiliki oleh institusi seperti TNI, Polri, dll, maka akan dijawab itu sebagai "oknum", "salah prosedur", dan lain jawaban yang bernuansa mencari selamat. Sebab bukan sekali atau dua saja kasus seperti itu pernah terjadi yang menunjukkan bahwa kemungkinan adanya senjata-senjata milik institusi militer dan polisi bisa saja "pindah tangan" dan dipergunakan dalam aksi kejahatan.

primaironline.com
Saya tidak meragukan ucapan IWW dan berharap memang demikianlah adanya, yaitu bahwa senpi yang dipergunakan para perqmpok itu berasal dari sumber lain seperti para mantan pemberontak Aceh atau selundupan dari luar Indonesia, dsb. Sebab jika sampai ada bukti bahwa senpi milik TNI ikut-ikutan dalam tindak kriminal, maka bukan saja lembaga yang merupakan kompoken utama pertahanan negara itu akan tercemar dan tergerus kredibilitasnya, tetapi juga rasa aman publik akan semakin terganggu karena senpi milik TNI jelas merupakan senjata tempur yang berkemampuan membunuh sangat tinggi. Hal ityu juga akan menjadi indikator bahwa disiplin dalam organisasi militer yang sangat diandalkan dan diunggulkan selama ini telah mengalami penurunan, sesuatu yang tak terbayangkan konsekuensinya!


Publik masih ingat benar ketika terjadi kasus penyimpanan senjata api di rumah seorang purnawirawan Jendral yang baru ketahuan setelah yang bersangkutan meninggal dunia. Ketika itu saya masih di DPR RI, Komisi I yang membidangi antara lain masalah pertahanan negara. Kasus yang terhitung sangat menghebohkan itu pada akhirnya tidak sampai kemana-mana dan dianggap selesai setelah TNI dan Menhan menyatakan bahwa penyimpanan ratusan senjata itu dapat dijustifikasikan karena hanya merupakan hobby dari mendiang sang Jenderal yang merupakan kolektor senpi. Namun, pada saat itu publik pada umumnya tidak puas dengan penjelasan itu dan bahkan rumor pun merebak yang antara lain mengaitkan pemilikan senpi ilegal itu terkait dengan berbagai kasus konflik di daerah-daerah. Namanya saja rumor, tingkat kebenaran dan kesalahannya sulit untuk diukur. Toh, ada sebuah pelajaran penting yang saya petik dari kasus tersebut yaitu bahwa terjadinya ketidak disiplinan di batang tubuh TNI, kendati pada level yang tinggi, bukanlah sesuat yang tak mungkin terjadi.

Kasus-kasus perampokan berdarah yang teroganisasi rapi dan melibatkan pelaku berjumlah banyak dengan senpi yang canggih, bukanlah suatu tindak kriminal perampokan biasa. Apalagi jika sasaran utamanya adalah Bank dengan jumlah uang yang dirampok sangat besar. Saya tidak akan menutup kemungkinan bahwa kejadian semacam ini merupakan salah satu modus operandi (MO) dari sebuah operasi yang lebih besar, yaitu terorisme. Setelah kaum teroris mengalami pukulan telak bertubi-tubi dari Densus 88 Polri beberapa tahun terakhir yang tentu telah membuat kelompok teroris tersebut mengalami kesulitan dalam pengumpulan dana. Apalagi pengetatan pengawasan lalulintas keuangan melalui jejaring elektronik semakin kuat, maka satu-satunya yang masih diandalkan adalah menggunakan manusia sebagai keledai (mule) yang mengirim dana. Jalur ini pun saat ini makin sulit dengan dibuatnya kerjasama internasional yang mengawasi dengan sangat ketat orang-orang dan kelompok-kelompok serta yayasan yang memiliki potensi dipakai sebagai perantara. Cara klasik yang kemudian dipakai adalah penggunakan kekerasan untuk memperoleh dana cash, termasuk aksi perampokan Bank.

Jika hal ini ada sedikit kebenarannya, maka kecanggihan para pelaku akan merupakan tuntutan pertama, karena mereka pasti menargetkan perolehan yang sangat besar dengan efek teror yang juga serius. Maka penggunaan senpi yang canggihpun menjadi sangat penting agar aksi berjalan cepat, efektif, dan memiliki daya serang yang tinggi. Mereka bukan hanya menginginkan uang untuk liburan atau lebaran, tetapi untuk sebuah operasi besar, sehingga profesionalisme sangat penting. Senpi yang dipilih tentu juga tidak main-main dan karenanya bukan hal yang mustahil kalau mereka pun melakukan "belanja" senpi dari sumber-sumber yang memiliki persediaan yang berkualitas. Itulah sebabnya, penting untuk mengetahui tipe-tipe senjata apa yang dipergunakan mereka dalam aksi perampokan sehingga penelusuran terhadap asal-usul senpi dapat dilakukan dengan cermat dan tepat serta tidak mengundang spekulasi yang hanya berdampak buruk kepada publik.

Polri sebagai "leading sector" dalam keamanan dan ketertiban umum harus secepatnya membongkar dan menghentikan aksi-aksi perampokan yang meresahkan publik dan menghancurkan kredibilitas aparat penega hukum itu. Saya memiliki keyakinan tinggi bahwa kemampuan intelijen Polri cukup baik dan efektif, tak kalah dengan kemampuan Densus 88 dalam menangani terorisme di dalam negeri. Semakin cepat Polri dapat membuat terang mengenai asal-usul senpi-senpi yang dipakai para perampok ini, akan semakin baik dan mampu meredam ketakutan dan kepanikan publik. Kalau perlu Polri pun harus mengajak TNI dan badan intelijen untuk melakukan operasi bersama menanggulangi maraknya aksi kriminal yang sangat mengancam stabilitas keamanan publik tersebut.

No comments: