Muhammad A S Hikam
(Sambil leyeh-leyeh, Gus Dur mendengarkan musik Ummi Kultsum yang digemari beliau. Saya pelan-pelan duduk di sebelahnya dan stelah cium tangan ikut menikmati suara merdu penyanyi dari Mesir itu. Lagunya kalau gak salah "al Athlal", yang seperti lagu-lagu Ummi Kultsum yang lain, mendayu-dayu dan panjang. Sambil sesekali menirukan lirik lagu, GD melayani obrol;an dengan saya):
"Waras, Kang?" Sapa Gus Dur seperti biasa
"Alhamdulillah Gus, walaupun rada capek, karena dua hari berturut-turut nongkrongi Muktamar di Makassar." Saya menjawab, sambil pelan-pelan memijat jempol kaki beliau.
"Iya saya lihat sampeyan duduk di depan jejeran sama Slamet Effendi Yusuf dan Kang Said." Kata GD
"Hehehe.. tapi saya bukan tim sukses lho Gus, cuma peninjau biasa saja.." Canda saya
"Biasanya timnya yang sukses, bukan calonnya... hehehe..." Gus Dur menimpali
"Memang Gus, dari dulu juga begitu. Tapi ngomong-ngomong bagaimana pendapat njenengan Gus, tentang hasil Muktamar, terutama terpilihnya mBah Sahal dan Gus Aqil itu?"
"Lha kan sudah saya bilang kemarin, gak ada pengaruhnya yang berarti. Apalagi Kyai Sahal masih tetap menjadi Rois 'Aam. Menurut saya malah sebuah kemunduran, walaupun saya juga tidak setuju Hasyim menjadi Rois 'Aam lho ya.." Kata GD menjelaskan posisinya.
"Tapi, Gus, bukannya artinya NU masih tetap dipegang Ulama yang keilmuan dan keulamaannya sudah tidak diragukan lagi, seperti mBah Sahal itu?" Saya mencoba berargumen.
"Lho iya, kalau dari segi leilmuan dan muru'ah segala macem itu, memang Kyai Sahal bagus. Tapi ini kan soal bagaimana membuat NU menjadi pilar ummat islam di Indonesia yang sedang diurek-urek oleh kelompok gerakan garis keras.. Itu ndak bisa kalau diserahkan kepada orang yang lemah. Sebenarnya NU sangat disayangkan karena gagal memncari alternatif yang lebih pas. Tapi ya saya udah tahu kok Kang, itu memang maunya begitu." Kata GD rada panjang lebar.
"Maunya siapa Gus? Kan itu suara floor dari seluruh cabang dan wilayah." Saya coba membela
"Alaaah.. sampean kayak gak tahu saja. NU memang sengaja dibuat lemah kepemimpinannya, supaya orang-orang fundamentalis bisa seenaknya saja di MUI dan gerakan Islam lain. Kan sudah sepuluh tahun kita melihat itu terjadi. Saya sudah pernah mencoba di Boyolali tahun 2005 kemarin, tapi ya distop oleh yang kuoso. Sebab kalau saya jadi Rois 'Aam gak bakalan saya izinkan NU dan warga Nahdliyyin dikuyo-kuyo dan lemah.."
"Begitu ya Gus.. Tapi bagaimana kalau seandainya Gus Hasyim yang jadi Rois 'Aam? Apakah akan lebih bagus buat NU?" Tanya saya
"Ya ndak gitu, Hasyim kan sudah jelas warnanya politis, dan belum mumpuni dari segi Fiqih dan keulamaan yang memang menjadi trade mark Syuriah, apalgi Rois 'Aam. Maksud saya kan ya ada ulama-ulama lain yang punya kapasitas dan mumpuni dalam menghadapi gerakan radikal Islam.."
"Misalnya, Gus.."
"Ah.. ndak usahlah, tapi sampean kan tahu di sana ada Kyai-kyai sepuh semacam Kyai Tolhah Hasan, ada Bib Lutfi, Kyai Ma'ruf Amin, ada macem-macem. Mungkin belum se senior Kyai Sahal, tapi dari segi kemampuan dan pengalaman sebagai Kyai yang mengelola masalah-masalah kemasyarakatan.."
"Atau Gus Mus ya Gus.."
"Gus Mus biar jadi penyair saja.. hehehe.. belum waktunya, lima tahun lagi mungkin..."
"Jadi njenengan tidak terlalu optimis ya Gus.."
"Lha ngapain optimis pessimis segala Kang, wong saya sudah enak di sini. Cuma saya kasihan saja, makin berat NU menjadi penyangga moderasi dan toleransi di Indonesia kalau Ulamanya kurang tegas. Itu nanti lihat saja, makin nglunjak saja tuntutan kaum garis keras. Nanti setelah UU Porno, menolak peninjauan UU Penodaan Agama, fatwa rokok, dan macem-macem lagi. Tahu-tahu Islam di Indonesia mirip Saudi."
"Tapi kan masih ada Gus Qqil, Gus, beliau orangnya mirip njenengan.." Saya coba ngeyel..
"Kalau cuma Kang Said sendirian ya repot, Kang. Aapalgi dia bukan seorang manajer. Kang Said itu gayanya mirip saya, makanya perlu orang yang bisa ngurusi PB. Sayangnya Rozi (Munir) juga sudah mbarengi saya di sini. Moga-moga saja Kang Said bisa milih orang dan tidak takut sama orang-orang Syuriah yang kalem-kalem itu."
"Kalau soal godaan politik, gimana Gus?"
"Nah itu juga, Kang. Saya dengar Kang Said mau menjadikan Ipul sebagai Sekjen PBNU. Kalau itu terjadi ya selesai saja PBNU, karena pasti akan jadi kendaraan politik yang lebih parah ketimbang zaman Hasyim Muzadi. Ipul kan akan menjadikan PBNU sebagai kendaraan pengganti partai, mau jadi Gubernur kek apa kek. Nah yang begini-begini ini Kang Said gak bisa ngerem, karena Kang Said merasa kurang enak kalau berurusan dengan keluarga saya."
"Nah mungkin beliau akan ajak Gus Sholah, supaya non partisan, di samping juga Masdar Farid dan lain-lain yang masih kenceng tidak mau politik."
"Kalau posisi mereka bukan strategis ya buat apa. Masdar mungkin tetap berjuang karena memang dia orang LSM, jadi apa saja ya tetap akan kerja keras membangun NU. Yang lainnya saya ndak tahu apakah bisa berkiprah. Mestinya orang seperti Sastro, Ali Masykur dan kakaknya, Ali Maskhan bisa dipakai memperkuat PB."
"Ulil juga ya Gus.."
"Wah.. kalau itu mesti diseneni sama Kyai Sahal dan lain-lain. Biar saja Ulil bergerak menjadi pemikir nanti juga ada saatnya muncul. Anak-anak muda umumnya menghendaki Ulil muncul, tapi masih belum kuat menghadapai konservatisme para Kyai, terutama di daerah-daerah luar Jawa."
"Apa yang harus dilakukan GUs Aqil ya Gus, supaya bisa mengimbangi konservatisme dan melanjutkan pemikiran dan kiprah njenengan?"
"Ya terus aja silaturrahim ke para Kyai sepuh di bawah, Kyai-kyai Kampung itu lho. NU itu kekuatannya di sana, bukan di Jakarta. Kalau Kang Said rajin ke bawah sambil menyosialisasikan pemikirannya yang toleran dan inklusif, Insya Allah lama-lama juga masuk. Kang Said itu kan sebenarnya kebanteren dalam membela Syi'ah dan Ahmadiyyah. Gak apa, memang itu resiko. Nah sekarang ada kesempatan menampilkan diri supaya pikiran-pikirannya yang bagus makin dipahami oleh warga NU di bawah. Kalu sudah bisa memegang para Kyai kampung, beres Kang."
"Kalau NU dengan politik di Jakarta gimana Gus?"
"Aah, biarin aja, wong gak mau denger orang yang namanya Pemerintah. Yang didengerin malah cuma orang asing dan konglomerat. Perkara orang Indonesia makin bnayak yang miskin, ekonominya tergantung dengan negara luar, rakyatnya tambah banyak yang nganggur, ya dibiarin aja. Lha wong mereka cuma mau mikir dirinya sendiri. Kalau NU terlalu dekat dengan kekuasaan, ya malah repot nanti, karena dijauhi ummat. lebih baik NU fokus saja ke pendidikan, pemberantasan kemiskinan, anti kekerasan dan mempertahankan kekhasan islam Indonesia yang moderat. Udah, gak usah melok-melok Pemerintah atau parpol...."
"Inggihm Gus, maturnuwun atas pandangan-pandangannya. Nanti kalau saya ketemu Gus Aqil saya beritahu saja beliau."
"Iya wis ya kang, salam-salam saja dan doakan saya semoga makin ayem."
"Saya juga Gus, doakan anak saya sekolahnya jalan dan diberi kemampuan ikut berjuang kalau sudah selesai nanti.."
"Iya.. iya... Insya Allah semua akan baik."
"Assalau'alaikum Gus, nyuwun pamit.."
"Salaam.."
No comments:
Post a Comment