skip to main |
skip to sidebar
Di atas kertas, ini ide yang cukup menariK Presiden Obama diminta menjadi PR untuk Indonesia di kancah internasional. Ide dari Rektor Universitas Paramadina ini dilontarkan sehubungan dengan akan datangnya Presiden AS di Jakarta dalam bebarapa hari ini (kalau tak diundur lagi). Tentu ini bukan sekedar lontaran ide main-main. Pak Rektor berargumen bahwa kalau Obama yang bicara tentang Indonesia, pasti banyak yang mau mendengarkan karena, katanya "kalau kita yang ngomong biasa, kalau yang bicara Obama mempromosikan Indonesia, kita akan diingat terus bahkan sampai 50 tahun mendatang." Oleh sebab itu Pak SBY harus bisa memanfaatkan momentum kunjungan Presiden AS yang pernah mengenyam pendidikan dasar di kawasan Menteng Jakarta itu. Menurut Anies Baswedan, "Indonesia perlu maju, karena itu kedatangan Obama adalah momentum untuk dijadikan stepping stone agar Indonesia bisa lebih diakui dan dipercaya oleh dunia internasional sebagai negara demokrasi, negara yang menjunjung pluralisme dan Obama yang jadi PR (Public Relation)-nya, biar Obama yang bicara pada dunia."
Pertanyaan yang menggelitik saya adalah: 1) mungkinkah Obama menjadi PR person Indonesia? 2) Mungkinkan Pak SBY akan meminta secara eksplisit kepada Pak Obama? 3) Apakah Indonesia sudah demikian hebat sehingga seorang Presiden AS akan bersedia menjadi PR person. 4) Apakah Obama punya cukup waktu untuk itu mengingat posisinya sendiri sekarang sudah begitu sibuk memperjuangkan agenda-agenda politik dalam negeri dan luar negeri? Jawaban terhadap keempat pertanyaan ini perlu diberikan agar usulan itu efektif dan tidak terkesan "ngoyo-woro" alias pepesan kosong belaka.
Untuk pertanyaan ke satu dan dua saya mengatakan sulit, untuk tidak mengatakan tak mungkin. Pasalnya, kalau hal itu dilakukan dengan kondisi Indonesia yang masih centang perenang baik politik, ekonomi, maupun hukum dan keamanan, maka justru bisa berbalik kepada Obama sendiri. Yang bisa dilakukan paling-paling adalah berpidato memuji Indonesia sebagai seorang tamu yang baik dan gestur persahabatan politik antar kedua negara. Lebih dari itu rasanya kok berlebihan. Pertanyaan ketiga dan keempat, juga berat karena di samping posisi Indonesia dalam polugri AS tak terlalu istimewa, juga Presiden dari negara bagian Illinois itu saat ini lagi "mumet" dengan agenda-agenda dalam negeri sendiri yang belum kunjung melihat totik terang. Soal Jaminan Asuransi Kesehatan yang menjadi prioritas utama kampanyenya dan taruhan bagi Partai Demokrat, masih mendapat tantangan cukup besar baik dari Republikan maupun internal Demokrat. Demikian juga kebijakannya seputar issu Afghanistan, Iran, dan konflik israel-Pelestina masih mendapat banyak kritik di dalam dan luar negeri AS.
Jadi bagi saya meski ide Pak Rektor itu cukup menarik, saya pikir susah dilaksanakan. Indonesia saatini bukan Indonesia tahun 50-an saat Soekarno menjadi pemimpin negara Non Blok yang punya kharisme internasional. Indonesia kini bukan negara yang secara militer terkuat kedua atau ketiga atau kesepuluh bahkan di Asia seperti era Soekarno. Indonesia kini bukan negara yang termasuk strategis bagi polugri AS untuk Asia Pasifik seperti ketika Perang Dingin baru mulai karena komunisme merajalela di negeri kita. kalaulah sekarang RI menjadi negara mayoritas Muslim dan bisa diajak kerjasama memberantas terorisme internasional, maka AS belum melihat bahwa Indonesia bisa diajak bersekutu dalam kiprah di Afghanistan, Iran, dan Timteng. Jadi, apa leverage politik dari Indonesia kepada AS?
Lebih baik kita sambut Presiden Obama dengan baik, meriah, dan penuh kenangan indah selama menjadi tamu negara dan bangsa kita nanti. Tidak perlu kita bebani beliau dengan hal-hal yang tidak pernah akan bisa terwujud.
No comments:
Post a Comment