rakyatmerdeka.co.id - Inilah Empat Dosa Amerika Terhadap Indonesia
www.rakyatmerdeka.co.id
Jakarta, RMOL. Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), melalui salah satu pendirinya, Salamuddin Daeng, menuntut pertanggungjawaban Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, atas dosa-dosa Amerika terhadap Indonesia.
Muhammad A S Hikam :
Salah satu kenikmatan berdemokrasi yang bisa dirasakan oleh warganegara adalah jaminan terhadap hak-hak asasinya, khususnya hak mengeluarkan pendapat. Karena itu, di semua negara atau masyarakat yang sedang berdemokrasi ria, hak yang satu ini biasanya lantas diejawantahkan dengan maraknya wacana publik bebas di semua spektrum sehingga semua aspirasi, keinginan, harapan, uneg-uneg, kekesalan, dsb. bisa "tumplek bleg" dilontarkan ke luar. Fenomen ini selain berdampak positif, ada juga negatifnya. Umpamanya sering terjadi kebingungan dan "euphoria" publik karena ternyata setelah semuanya terlontar, ternyata persoalan tak kunjung terpecahkan. Lebih-lebih jika hak ini dipakai, sementara rambu-2 etik dan nalar tak diikuti akhirnya kebebasan tersebut malah diselewengkan untuk "membunuh" demokrasi itu sendiri!
Salah satu yang penting yang perlu diperhatikan dalam melaksankan hak kebebasan berbicara tersebut, menurut saya, adalah landasan etis bahwa wacana publik hendaknya memuat kebenaran yang dapat diuji dan diverifikasi secara obyektif. Hal ini agar publik terhindar dari bahaya distorsi informasi, propaganda, dan fitnah yang nanti akan mencemari kualitas wacana dan forum publik. Ujung-ujungnya kualitas demokrasi kita pun bisa tercemar, apalagi jika sumber dan pelaku wacana adalah mereka yang dinilai publik memiliki kepakaran dan posisi elit dalam masyarakat. Bagaimanapun, dalam masyarakat yang sedang berkembang seperti di negeri kita ada tanggungjawab yang dibebankan kepada para elit tersebut untuk mendidik dan memberi pencerahan kepada rakyat agar mereka semakin memiliki kualitas yang lebih baik sebagai pendukung utama sistem demokrasi.
Bertolak dari landasan etik itulah saya menolak baik cara maupun substansi pers release dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), yang menyatakan bahwa AS memiliki "empat dosa terhadap Indonesia" dan karenanya "menuntut pertanggung-jawaban Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, atas dosa-dosa Amerika terhadap Indonesia" tersebut. Keempat dosa tersebut adalah: dosa ideologi, dosa sejarah, dosa ekonomi, dan dosa kemanusiaan. Tanpa mengurangi hak kelompok tersebut untuk menggunakan hak bicara mereka, dan hak mereka mengritisi dan memprotes, bahkan membenci AS, saya menganggap bahwa statemen tersebut telah melanggar etika dalam berdemokrasi. Selain itu substansi pers rilis AEPI, setidaknya bagi saya, sangatlah tidak berbobot dan distortif. Penggunaan bahasa yang berkonotasi hukum agama (dosa), saya anggap tidak etis karena AEPI telah mengapropriasi wacana keagamaan untuk kepentingan politik anti AS nya dan memprovokasi publik yang mayoritas beragama di Republik ini agar mereka percaya kepada statemen tersebut. Padahal, AEPI tidak memiliki kapasitas dalam soal hukum agama, kendati bisa saja mereka akan berdalih bahwa istilah "dosa" di sini bukanlah seperti yang dipakai dalam agama.
Distrosi yang lain adalah, AEPI meninggalkan syarat utama dalam argumennya yaitu pembuktian yang dapat difalsifikasi dan diverifikasi baik secara umum maupun khusus sesuai dengan kaidah keilmuan ataupun kepakaran. Jika AEPI mengeluarkan statemen politik seperti itu sebagai tekanan politik pun ia harus mendasarinya dengan bukti-bukti yang masuk akal, bukan selektif sesuai dengan selera subjektif mereka. Umpamanya, mengatakan bahwa AS telah "memaksakan kapitalisme secara tidak beradab menjadi nilai, hukum dan model kelembagaan ekonomi-politik bangsa Indonesia," bagi saya adalah sebuah statemen politik dan ideologis yang tidak memiliki nilai karena kebohongan total. Kenyataannya, Republik kita tidak pernah berada di bawah paksaan siapapun, termasuk paksaan untuk memakai kapitalisme sebagai sistem nilai. Kalau pun ada sementara pihak menuduh Pemerintah menggunakan paham neoliberal dalam kebijakan ekonominya, itu pun bukan sebuah pemaksaan tetapi pilihan sadar dan bisa dikritik secara bebas oleh kita yang tak sepakat! Demikian juga dengan item-item lain yang bagi saya tidak memiliki kualitas sebagi sebuah produk kepakaran ekonomi-politik dan lebih merupakan sebuah propaganda ideologis dan politik anti-AS mereka.
Tidak semua orang Indonesia setuju atau suka dengan AS dan kebijakan politik dan ekonomi globalnya. Adalah hak kita sebagai bangsa berdaulat untuk menolak kebijakan negeri Paman Sam tersebut manakala memang melanggar kedaulatan, kemerdekaan dan martabat kita sebagai bangsa. Namun menuduh AS sebagi berdosa pada kita dan meminta Presiden AS yang menjadi tamu negara kita untuk menebusnya, saya kira berada di luar nalar sehat komunitas kepakaran atau apapun. Sebagai seorang Muslim pun saya diajari etik untuk selalu berdebat dengan cara-cara yang baik (wjaadilhum billati hiya ahsan). Apalagi dalam bersikap terhadap pihak lain, saya selalu diingatkan oleh Firman Allah "dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kelompok, membuatmu tidak berlaku adil" (QS 5:8). Menuduh suatu kaum secara semena-mena dengan menyatakan mereka berdosa pada kita tanpa pembuktian yang akurat adalah sebuah ketidak adilan, bukan?
No comments:
Post a Comment