Muhammad A S Hikam
(Gus Dur sedang menerima tamu, Pak Rozi Munir, yang baru beberapa minggu lalu juga telah dipanggil menghadap oleh Allah swt setelah dirawat bebrapa waktu lamanya di RS. Keduanya sedang bercanda mengenang masa lalu ketika saya nylonong dan nimbrung. Setelah salaman dan cium tangan dengan GD, lalu menyalami Pak Rozi, saya mulai dialog ini:)
"Rame Gus, di Jakarta.." Saya memulai
"Kalau gak rame namanya bukan Indonesia.." celetuk Pak Rozi
"Rame tah mbulet, Kang..?" tukas GD
"Ya dua-duanya, Gus. Tapi apakah memang mbulet atau di mbuletkan, saya sendiri kurang paham. Itu lho Gus masalah rentetan Skandal Bank Century yang kayaknya gak selesai-selesai..."
"Ya memang gak akan selesai, wong memang tidak ada kemauan politik untuk menyelesaikan kok. Kan semua ini hanya untuk saling menyembunyikan dan penyesatan publik saja ..."
"Masak sih Gus. Kan tampaknya langsung dilakukan pemeriksaan, bahkan yang biasanya tidak bisa dilakukan ekstradisi dari Singapura saja sekarang bisa dicomot." Saya coba membela
"Lho, sampeyan ini gimana. Mestinya sampeyan kan harus kritis juga melihat keanehan-keanehan itu, bukannya malah menganggap semua normal dan bagus. Coba, apa mungkin kalau yang buron itu pengusaha kuat macam Djoko Tjandra, lalu pemerintah Singapura diem saja. Gak mungkin, Kang! Lalu kenapa itu yang pada lari ke Singapura sebelumnya gak sekalian dijemput saja, wong alamatnya juga jelas. Singapura kan lebih kecil dibanding Jakarta kok, pasti gampanglah dicari. Kalau memang mau dan Pemerintah Singapur juga mau."
"Lha lalu soal pemeriksaan yang cepat itu, Gus....?" Tanya saya
"Ah kalau itu, mah, sudah terlalu biasa.. Anget-anget tahi ayam. Paling kalau sebentar media dibuatkan sensasi baru ya lupa lagi. Emangnya kasus skandal BLBI yang Rp 600 triliun lebih itu sekarang sudah sampai dimana? Kan ndak jelas, toh..? Lalau soal Anggoro dan Anggodo yang kemarin bikin gegeran cicak vs buaya, sekarang sembunyi di mana? Ini juga kan. Skandal Centurygate masuk di bawah karpet... Supaya seru dibuat saja yang lain-lain..."
"Maksudnya akan ditelikung dan lenyap lagi, Gus..."
"Ya iyaa laah... Soalnya semua ini kalau diurut-urut, nyampainya juga orang-orang yang berada di pusat kekuasaan juga: parpol, pemerintah, DPR, lembaga dan aparat hukum, bahkan ke elit ormas, termnasuk ormas agama.."
"Ah.. masak misalnya NU juga..." Saya rada kaget dan memotong
"Oknum-oknum di NU, Muhammadiyah dll sudah lama Kang, dicurigai kecipratan dan "menikmanti" duit yang begitu-begitu itu. Ini kan seperti gurita raksasa yang tentakel atau belalainya merasuk kemana-mana. Jadi istilah korupsi berjamaah itu ya begitu itu. Imamnya ya di penguasa, makmumnya di mana-mana. Makanya susah mau membasmi."
"Pesimis dong Gus kalau begitu.."
"Gaaak... saya dari dulu ketika masih menjadi Ketum PBNU maupun Presiden dan Ketum Dewan Syuro PKB gak pernah pesimis. Memang tidak mudah dan perlu waktu, tapi ya kita jalankan saja. Kan Hadits mengatakan "barangsiapa melihat kemungkaran maka harus merubahnya dengan tangannya, atau denganlisannya, atau dengan hatinya walaupun yang terakhir itu adalah selemah-lemah iman." Jadi kalau sedang berkuasa ya kita gunakan kekuasaan, kalau tidak berkuasa ya melalui sikap kritis dan kampanye lewat media dsb. Minimal kita gak usah grubyag-grubyug ikutan mereka."
"Kasus yang meilbatkan Polri ini apakah saking sudah kacaunya lembaga itu atau gimana ya Gus. Kan dulu panjenengan yang mula-mula menjadikan Polri independen dan diletakkan di bawah Presiden langsung?." Tanya saya, memancing.
"Gini lho, Kang.. Polri kan sebelumnya di bawah TNI dan itu tidak bener, mosok aparat keamanan dalam negeri dan sipil kok di atur oleh, dan dengan cara tentara. Tapi kan memang begitu maunya Pak Harto dan TNI supaya bisa menggunakan Polri untuk mengawasi rakyat. Setelah Reformasi ya mesti diubah, maka Polri di buat independen dan untuk sementara supaya proses pemberdayaan terjadi dengan cepat dibawah Presiden langsung, Nantinya ya di bawah salah satu Kementrian saja, apakah Kehakiman, seperti di AS atau Kementerian Dalam negeri seperti di Rusia dll. Nah, Polri memang sudah lama menjadi tempat praktek kurang benar itu, sampai guyonnya kan hanya ada tiga polisi yang jujur: Pak Hugeng (alm), patung Polisi, dan polisi tidur... hehehehe...." GD, Pak Rozi dan saya tertawa ngakak...
"Terus gimana sekarang, Gus. Kan sudah lebih dari sepuluh tahun nih Reformasi Polri.." Lanjut saya
"Ya mau seabad pun kalau Presidennya gak tegas mana bisa Reformasi. Lha wong begitu saya dilengserin sama Amien Rais, Akbar Tanjung, dkk. lalu Megawati jadi Presiden, malah Polri mau dipakai sebagai alat politik gitu kok, masih ingat sampeyan?" Kata GD dengan nada agak naik.
"Bener Gus, dulu ada skandal kampanye Polri di Jateng. Kalau gak salah di Banjarnegara.." Kata saya
"Lha iyaaa... Jadi lagi-lagi yang tidak konsisten dengan reformasi Polri itu ya yang di atas, Kang. Padahal elit Polri sisa-sisa Orba itu kan belum sepenuhnya di Reformasi. Yang seperti pak Chaerudin Ismail, yang saya jadikan Kapolri dulu, kan gak banyak kang.. Yang banyak ya yang sekarang terlibat-terlibat kasus itu.."
"Wah kalau begitu masih bakal lama ya Gus membenahi Polri. belum lagi Kehakiman, Kejaksaan, MA.."
"MA itu yang paling parah, Kang. Kalau MA baik dan tegas serta adil, barangkali setengah persoalan hukum di Indonesia beres. Lha MAnya saja pengecut, istilah saya. Urusan pemakzulan saya kan sampai sekarang belum jelas secara konstitusional. Makanya banyak yang sekarang setelah saya tinggal mulai nggegeri gak karu-karuan..."
"Kalau dilihat dari rumitnya permasalahan reformasi, maka tampaknya soal Polri, Gayus, dll ini cuma permukaan saja ya Gus?"
"Ya jelaaas.. Dan itu nanti ya, lihat saja, gak akan kemana-mana. Lha gimana wong antara yang ditangkap dan yang menangkap ya sama saja. Semuanya maling... hehehe..."
"Kalau kaitannya dengan Sri Mulyani, Pak Boed, dan Pak SBY, nanti gimana, Gus..?"
"Itu nanti lain kali kalau kita ngobrol lagi..."
"Inggih Gus, matur nuwun dengan sharing pengalamannya. Ya didoakan saja supaya segera dapat pemimpin yang mampu tegas seperti njengenan."
"Ya do'a sih do'a, tapi yang lebih penting usaha, Kang. Sudah ya, ini saya mau diajak Rozi sowan ke tempatnya mBah Hasyim sebentar lagi."
"Monggo Gus, suwun. Assalamu'alaikum."
"Salaaam..." Jawan GD dan Pak Rozi barengan.
No comments:
Post a Comment