09 April 2010

WAWANCARA IMAJINER DENGAN GUS DUR (5)

Muhammad A S Hikam

(Sambil duduk-duduk di bawah pohon apel yang sedang berbuah lebat, GD dan saya berbincang bincang sore itu. Tidak seperti lazimnya apel di dunia fana, pohon apel di tempat beliau yang baru ini sangat aneh dan menakjubkan. Batangnya besar berwarna kecoklatan seperti dipelitur, dengan daun keemasan bercampur kemerahan dan buah yang beraneka warna: ada hijau bersemu biru, merah (seperti apel biasa), ungu, dan putih seperti kristal. Ukuran buahnya juga tak seperti apel yang biasa kita lihat di toko-toko buah, tetapi sebesar jeruk Bali dan memancarkan aroma yang harum dan segar. Tak heran jika burung-burung yang bentuknya seperti Merak, banyak yang bertengger di sana, membuat suasana semakin terasa tenteram dan nyaman. Setelah bersalaman dan mencium tangan beliau, saya pun mulai pembicaraan..)

"Assalamu'alaikum Gus.."

"Salaam, Kang, gimana sampeyan, waras, tah?"

"Alhamdulillah, Gus. Semalam saya baru pulang dari Pati, Gus, sowan mBah Sahal." Saya melapor

"Oh iya, gimana keadaan Yai, sehat-sehat toh sehabis ngrawuhi Muktamar?" Tanya GD

"Alhamdulillah, kayaknya seger sekali Gus, malah karena saya heran jadi saya bertanya juga sama mBah Sahal, kok tampaknya sangat segar. mBah Sahal justru bilang 'Ya memang ada yang suka memberitakan saya ini sakit, mas Hikam, pada hal ya sehat-sehat saja..' Gitu Gus." Kamipun lalu tertawa

"Ya memang begitulah kalau sudah rebutan posisi, gosip-gosip pating sliwer ndak karu-karuan."

"Heran lho Gus, kok makin ke sini dalam Muktamar NU makin banyak uang yang beredar di antara para Muktamirin."

"Ya memang, tapi jangan kira gampang mau nyuap Kyai-kyai, apalagi yang sepuh-sepuh dan punya muru'ah yang tinggi. Percuma. Sampean pernah dengar cerita bagaimana Kyai menyikapi money politics di Mukatamar Cipasung 1h 1994 dulu?" Kata GD

"Gimana Gus?" Sebenarnya saya suda pernah dengar, tapi saya suka GD mengulang-ulang cerita karena tidak pernah membosankan.

"Sampean kan tahu, dulu Pak Harto dengan seluruh slagordenya bernmaksud mengagalkan saya dipilih jadi Ketua PBNU untuk ketiga kalinya, karena saya menjadi Ketua Fordem dan macem-macemlah, pokoknya gak disenangi sama beliau. Maka uang pun dikerahkan lewat Abu Hasan yang didukung Pemerintah dan sementara elite NU. Nah, saya diceritain oleh Almaghfurlah Kyai Abdullah Abbas Buntet, Cirebon, soal bagaimana beliau didekati oleh Abu Hasan. Kata Kyai Dulloh 'Masya Allah Gus, saya senang kok masih ada orang-orang NU yang hormat sama Kyai begitu tinggi seperti Pak Abu Hasan itu, sampai saya ini disangoni padahal sudah ada uang untuk jalan dari Cirebon ke Cipasung ini. Malah-malah ditambahi lagi, katanya untuk mbangun Pesantren Buntet. Lho kan luar biasa to Gus..' Saya tanya sama Kyai Dulloh 'Lha panjenengan dititipi nopo Yai..' Kata Kyai Dulloh 'Ya saya diwanti-wanti sama Abu Hasan, supaya jangan lupa dengan pilihan Ketua PBNU nanti malam.' 'Lha Kyai bilang apa sama Abu Hasan?' saya tanya.'Ya saya bilang, Oo.. Pak Abu jangan khawatir, saya ndak akan lupa, kalau soal pilihan Ketua PBNU ya pasti Gus Dur...' (Gus Dur dan saya pun ngakak ..)

"Nah, gitu lho Kang, Kyai-kyai sepuh itu saking ikhlasnya malah gak mempan disuap. Sangu ya diterima, wong itu tanda santri menghormati Kyai, tapi kalau disuruh ganti pilihan ya gak bakalan mau...hehehe.. Ya nggak tahu kalau Kyai-kyai muda sekarang, Kang." Kata GD masih tertwa-tawa

"Kayaknya juga gak mempan kok Gus, mBah Sahal juga tetap unggul karena beliau masih dipandang sebagai simbol dan ikon keulamaan dan keunggulan ilmu. kemarin di Kajen saya juga tanya pada mBah Sahal bagaimana NU paska Muktamar, mau diapakan dan arahnya ke mana.."

"Apa kata Yai Sahal, Kang?" Tanya GD rada serius

"Beliau bilang gini Gus 'Ya saya akan meneruskan usaha membuat NU total kembali ke Khittah, kan kemarin-kemarin ini gak jalan proses itu.' Gitu Gus Bah Sahal ngendikonya. Malah terus panjang-panjang cerita soal masalah politisiasi NU sama saya.."

"Yo uwis, apik nek ngono... Memang nyatanya gitu, tapi saya masih belum yakin apa Yai Sahal akan kuat menhadapi orang-orang politis di PBNU." Kata GD

"Saya secara tidak langsung juga menanyakan itu, Gus. Beliau optimis karena Gus Aqil kan bukan politisi, jadi akan lebih mudah diajak kerjasama. Lalu beliau menyinggung Kyai Tolhah Hasan dan Pak Ma'ruf Amin di Syuriah. Cuma beliau juga mengakui masih sulit meyakinkan beberapa Kyai Jatimg yang menurut beliau politis." Saya jelaskan

"Ya bener, kebanyakan Kyai-kyai Jatim bangsanya Lirboyo, Ploso, Langitan, Probolinggo, Pasuruan, macem-macem itu sudah terlalu politis. Sudah terlanjur merasakan enaknya bergaul dengan kekuasaan jadi agak susah juga ditarik kembali ke ide Khittah. Lha memang NU itu syahwat politiknya masih kegedhen.."

"Saya coba bertanya kepada Kyai Sahal, bukannya Kyai Sofyan Situbondo atai mBah Faqih Langitan yang sangat tidak politis.." Kata saya

"Terus apa jawabnya, Kang?" Tanya GD

"Mbah Sahal bilang, memang Kyai Sofyan bagus, tetapi beliau sudah sepuh. Kalau mBah Faqih, kata mBah Sahal, nanti menyerahkan kepada puteranya, Gus Ubed, yang sangat politis itu." Saya menirukan dhawuhnya mBah Sahal

"Ya bener sih, saya juga setuju dengan pandangan Kyai Sahal soal Ulama-ulama Jatim. Ya beliau harus mencari dari generasi yang lebih muda dan belum terkontaminasi dengan politik terlalu jauh. Pasti ada, seperti Gus Ali Tulangan, misalnya."

"Kayaknya di Muktamar, Gus Ali juga tidak begitu cocok dengan mBah Sahal. Kyai-kyai Jatim malah mendukung Gus Hasyim lho Gus menurut pengamatan saya kemarin di Makassar. Makanya mBah Sahal kelihatannya agak prihatin.

"Ah itu kan soal pendekatan, kalau nanti dilakukan pendekatan yang baik bersama Kang Said, Kyai seperti Gus Ali Tulangan Insya Allah akan bisa diajak. Demikian juga yang lain. Memang berat tugas Kyai Sahal muntuk metani para Kyai yang mana yang benar-benar non politis. Alhamdulillah ada Kyai Tolhah Hasan itu, Kang."

"mBah Sahal juga akan membuat Syuriah PBNU benar-benar bekerja, dengan struktur yang memberikan tugas pembidangan kepada para Rois Syuriah, misalnya pendidikan, hukum, mabarrot, politik dll. Saya kira ini bagus nggih Gus."

"Di atas kertas sih bagus, dari dulu juga maunya Syriah itu berdaya. Cuma soal SDM dan bagaimana membuat para Kyai di sana benar-benar bisa diberdayakan itu yang repot. Karena itu seumur-umur ya Tanfidziah yang kuat dan kalau Rois Aamnya gak digubris ya sudah, jalan sendiri Ketum PBNU."

"Inggih Gus, tampaknya untuk sementara yang dimiliki adalah semangat dan kesempatan karena Ketum PBNU terpilih juga bukan politisi. Ya doakan saja Gus semoga ada celah-celah untu bisa merealisasikan ide kembali ke Khittah secara total yang dimotori mBah Sahal." Saya menyambung

"Dan yang penting Kang Said hati-hati jangan terjebak lagi dengan rayuan-rayuan gombal orang-orang yang dulu juga saya besarkan tapi malah akhirnya nglawan. Kalau Kang Said bisa menjad\ga independensi dari mereka ya masih ada kesempatan untuk memulihkan wibawa dan martabat NU, Kang."

"Insya Allah Gus. Saya mohon pamit dulu Gus, sudah malam. Permisi dulu Gus. Assalamu'alaikum."

"Salaam, Kang.. Hati-hati ya.."


No comments: