Oleh Muhammad AS Hikam
President University
Akhirnya akal sehat dan kebijaksanaan menang. Barangkali itulah kesimpulan yang bisa kita ambil setelah Presiden SBY menerbitkan Keppres No. 104/2010 yang berisi pemberhentian Hendarman Supandji (HS) dari jabatannya sebagai Jakgung hari ini. Kita ucapkan selamat dan pujian (kudos) untuk Pak SBY yang telah menunjukkan kualitasnya sebagai seorang pemimpin yang memberi contoh kepada rakyat Indonesia agar taat kepada hukum yang berlaku di tanah air ini (the law of the land). Seperti yang sama-sama kita harapkan dalam posting-posting di fb dan blog serta artikel di media yang saya tulis, Presiden SBY mengabaikan kepanikan para punakawann istana dan lebih memperhatikan kepentingan bangsa dan negara. beliau akhirnya memberhentikan Hendarman Supandji dari jabatan Jakgung, ketimbang meriskir negeri ini dilanda oleh krisis hukum dan politik karena kontroversi atas putusan MK mengenai status jabatan Jakgung HS.
Para punakawan lainnya yang juga seyogyanya mendapat evaluasi adalah Mensesneg Sudi Silalahi (SS) dan Menkumham Patrialis Akbar (PA). Menurut hemat saya, PA lebih punya kans untuk di kocok ulang (reshuffle) ketimbang SS, yang punya riwayat kedekatan pribadi dengan Pak SBY. Lagipula, SS dalam kasus Kejakgung ini memang bukan orang yang punya kepakaran apalagi posisi yang berkaitan dengan hukum. Mungkin Pak SBY cukup memberikan teguran saja agar SS membina kantor kesekretariatan negara secara lebih professional. Tetapi bagi Menkumham, ceritanya berbeda. Seperti DI, sang staf ahli hukum, PA seharusnya mampu memberi input yang tepat serta perlindungan kewibawaan Presiden dan Pemerintah dengan, minimal, suatu damage control management and actions yang cepat dan efektif. PA kalau toh masih akan dipertahankan sebagai anggota Kabinet (karena posisinya sebagai petinggi PAN), mungkin diberikan portfolio kementerian yang lain dan tidak sestrategis Kemenkumham.
Hemat saya, dengan langkah yang diambil ini, Presiden SBY telah bertindak bijaksana dan, saya kira, proses ke arah perbaikan citra dan kinerja lembaga eksekutif akan dapat dilakukan lebih cepat. Misalnya, melalui reshuffle Kabinet dan merenovasi para staf ahli di West Wing Indonesia ini dengan merekrut orang-orang yang lebih mumpuni, baik secara kapasitas keahlian maupun integritas moral. Saya berharap Pak SBY tidak terlalu berlama-lama lagi dalam melakukan streamlining Kabinet dan stafsus beliau, karena sudah terbukti bahwa keluhan publik mengenai kelemahan dan kemampuan mereka memang sangat beralasan.
Untuk calon Jakgung yang baru, saya termasuk mendukung harapan masyarakat agar ia diambil dari kalangan non-karir dan yang memiliki kecakapan, pengalaman, dan, lebih penting lagi, keberanian serta kemandirian untuk melakukan reformasi sektor penegakan hukum yang sudah makin terancam mengalami pembusukan dari dalam itu. Apakah calon itu Bambang Widjojanto (BW), Busyro Muqoddas (BM), atau yang lainnya yang sekarang punya kiprah di luar pemerintahan, tak masalah. Yang penting mereka ini sudah diketahui punya rekam jejak (track reord) yang dinilai baik oleh publik serta reputasinya di bidang hukum benar-benar tak tercela.
Bravo dan kudos buat Presiden SBY dan semoga langkah yang telah menenangkan rakyat ini bisa menjadi pijakan bagi langkah-langkah progresif beliau selanjutnya.
No comments:
Post a Comment