29 May 2010

MENGAJI BERSAMA GUS DUR (1): PESANTREN DAN MASA DEPAN

Pengantar: 
Selain rubrik-rubrik "KENANGANKU DENGAN GUS DUR," dan "WAWANCARA IMAJINER DENGAN GUS DUR," kini rubrik MENGAJI DENGAN GUS DUR disajikan untuk para Gusdurians dan fbers umumnya. Rubrik ini dimaksudkan untuk mendiskusikan pemikiran dan gagasan Almaghfurlah Gus Dur (Karromallohu Wajhahu) yang terdapat dalam berbagai publikasi. Selamat mengaji bersama. Salam Gusdurians! 
===================================================== 


Pesantren sudah terlanjur menjadi sebuah lembaga yang kurang-lebih diidealkan sebagai tempat dan model pendidikan yang bukan saja betujuan meningkatkan pengetahuan (agama Islam), tetapi sekaligus membuat para murid (santri)nya peka terhadap permasalahan kemasyarakatan. Jika dipandang dari ajaran Al-Qur'an, maka pesantren adalah pengejawantahan dari "tafaqquh fid din" (memperdalam pemahaman keagamaan) dan"liyundziruu qoumahum idza roja'u ilaihim la'allakum yahdzaruun", (agar memberikan peringatan kepada mereka yang kembali dari peperangan agar mereka mendapat peringatan). Persoalannya adalah, bahwa pesantren dalam perjalanan sejarahnya mengalami pasang naik dan pasang surut yang membutuhkan perhatian serius apabila ia masih diharapkan tetap relevan dengan tantangan modernitas dan globalisasi yang terjadi.

Salah satu orientasi budaya (cultural orientation) kehidupan di dunia pesantren adalah apa yang disebut Gus Dur sebagai "orientasi serba fiqih". Menurut beliau, orientasi inilah yang menyebabkan warga pesantren memiliki kemandirian yang tinggi dan, secara historis, cenderung untuk "curiga' terhadap kekuasaan. Orientasi serba fiqih inilah yang membuat komunitas pesantren memiliki etos sosial (dan politis) untuk tidak tergantung pada patronase pejabat atau penguasa. Ketika orientasi budaya ini tergerus oleh modernitas melalui berbagai jalur (masuknya birokrasi pemerintahan, terserapnya para Kyai ke dalam lembaga-lembaga politik dan pemerintahan, dsb), maka norma-norma yang menjaga "tegaknya kerangka normatif kehidupan pesantren, mulai berkurang." Dengan demikian, kata almaghfurlah, permasalahan pokok yang dihadapi pesantren adalah: dapatkah orientasi budaya serba fiqih masih dapat dipertahankan di masa depan?

Tantangan untuk melestarikan dan mengembangkan orientasi budaya pesantren ini juga sangat relevan manakala kita menganggap bahwa komunitas pesantren adalah salah satu tiang penyangga masyarakat sipil (civil society) di negeri ini. Manakala orientasi ini luntur tergilas oleh etos modernitas yang serba duniawi, instant, dan konsumeristis, maka niscaya komunitas pesantren akan kehilangan jaridirinya dan otomatis civil society di negeri ini akan terpotong salah satu tiang penyangganya. Kemampuan NU menjadi salah satu motor penggerak reformasi dan demokratisasi pada akhir abad ke 20 jelas tidak akan bisa terulang apabila orientasi budaya pesantren tersebut tiada. Menjadi tugas para pengelola pesantren, khusunya para masyayikh dan santri-santrinya serta masyarakat di luar pesantren untuk bersinergi mempertahankan etos dan orientasi budaya tersebut, disamping membuat pesantren tidak mengisolasi diri dari perkembangan kehidupan modern.

Referensi: 

"Dari Masa Lalu ke Masa Depan," dalam Bisri Effendy (ed.). Abdurrahman Wahid: Tuhan Tidak perlu Dibela. Yogyakarta: LKIS, 1999, hal. 55-60.

selengkapnya >>>

16 May 2010

WAWANCARA IMAJINER DENGAN GUS DUR (7)

(Sayup-sayup terdengar suara dendang syair Abu Nawas ketika saya masuk ke ruang tempat Gus Dur berkhalwat. Ternyata benar, beliau sedang rengeng-rengeng melagukan syair kegemaran beliau:

Ilaahi Lastu lil Firdausi Ahla # Walaa Aqwaa 'Alan Naaril Jahiimi
Fahabli Taubatan Waghfir Dzunubi # Fainnaka Ghaafiru Dzambil 'Adziimi
Dzunubi mitslu A'dadir Rimaali # Wa Dzanbi Zaaidun Kaifakhtimaali
Wa Umrii Naaqishun fi Kulli Yaumin # Fahabli Taubatan Yaa Dzal Jalaali


(Ya Allah, aku sama sekali tak pantas menjadi penghuni syurga Firdaus, namun aku pun jelas tak akan kuat menjadi penghuni Neraka Jahim. Maka terimalah taubatku Ya Allah dan ampunilah semua dosaku, karena Engkau adalah Maha Pengampun dosa-dosa besar. Dosa-dosaku sebanyak jumlah pasir, Ya Allah, dan ia makin bertambah, lantas bagaimanakah aku dapat menanggungnya?. Ya Allah, umur kami berkurang setiap hari, maka terimalah taubat kami, wahai Dzat Yang Maha Agung!)

******

Saya menunggu sampai GD menyelesaikan bait terakhir, sebelum saya menyapa:

"Assalamu'alaikum, Gus" Ucap saya sambil bersalaman dan mencium tangan beliau

"Salaam... Eee Kang, piye waras tah sampean?" Sambut beliau seraya menyalami.

"Alhamdulillah, Gus, do'a njenengan, saya sehat-sehat saja.." Kata saya sambil duduk di hadapan beliau

"Kok sudah lama sampean gak ke sini, sibuk mengajar atau ngamen?, hehehe..." Tanya beliau sambil tertawa renyah.

"Kedua-duanya Gus, saya kebagian dua matakuliah semester kemarin. Jadi rada sibuk juga.

"Panjenegan sendiri bagaimana Gus, kok kelihatannya makin segar dan cemerlang saja, hahaha.." Saya gantian bertanya.

"Alhamdulillah, berkat doa sampean dan semua orang yang masih ingat sama saya, membuat saya makin dirahmati Allah swt."

"Wah, kalau soal ingat, Gus, sedunia ingat semua dan Insya Allah mayoritas mendoakan panjenengan, kok.."

"Amin.. kalau begitu. Ada kabar menarik apa Kang?" GD tanya sambil kakinya slonjor

"Wah ketiwasan,, Gus..!"

"Lho ketiwasan apa, sampean ini ngaget-ngageti saja.."

"Soal NU ini lho Gus, sekarang ini terjadi konflik di antara elitnya, gara-gara kepengurusan PBNU yang baru." Kata saya mencoba memberikan keterangan.

"Bukannya sudah sampean bilang ke saya, semuanya baik-baik saja?"

"Perasaan saya dulu ya begitu Gus, setelah mBah Sahal dan Gus Aqil terpilih di Makassar. Tapi ternyata malah terjadi keributan gara-gara Tim Formaturnya ada yang tidak terima dan protes. Sekarang persoalan menjalar karena Syaifullah Yusuf mengancam akan membekukan PWNU Jatim. Sayangnya Gus Aqil malah mengamini "ancaman" itu..."

"Lha itu gimana asal-usulnya kok bisa ada protes dari PWNU Jatim segala. Kang?"

"Kalau menurut berita di media dan juga majalah AULA terbitan PWNU Jatim, masalahnya bermula karena ada perbedaan antara susunan pengurus yang disepakati di rapat Tim Formatur di Kajen dengan yang diumumkan oleh mBah Sahal dan Gus Aqil di Jakarta. Gus Hasyim Muzadi dan Slamet Efendi Yusuf yang semula dipasang sebagai Wakil Rois Aam dan Waketum PBNU tidak lagi muncul namanya dalam susunan baru. Demikian juga kehadiran Pak As'at Ali sebagai Waketum PBNU tampaknya juga dipermasalahkan karena dianggap tidak memenuhi syarat yang tertuang dalam ART NU dan Keputusan Komisi Organisasi dalam Muktamar kemarin. Sudah begitu, ada masalah rangkap jabatan seperti Ipul dianggap melanggar AD/ART.."

"Ah.. Kang, kan sudah saya bilang, itu semua akan muncul kalau pemimpin tidak tegas dan hanya mikir dirinya sendiri-sendiri..." Gus Dur memotong penjelasan saya, dengan nada agak meninggi.

"Maksud njenenagn gimana Gus, kan baru kali ini ada kepengurusan PBNU ditolak PW NU terbesar dan mau ada pembekuan seperti parpol saja.." Kata saya.

"Ya terang saja akan terjadi penolakan kalau memang keputusan itu dibuat tanpa mengikuti aturan yang baku. Mestinya Kyai Sahal dan Kang Said kan jangan terburu-buru mengumumkan kalau memang masih ada yang musykil. Kalau perlu ya para Kyai se[uh diminta pendapatnya. Saya tahu di antara mereka-mereka itu kan saling berkelompok dan saling tidak klop. Nah, kalau soal ini tidak dicarikan jalan keluar bersama ya ujung-ujungnya akan menggunakan cara pemaksaan kehendak itu ."

"Tapi kayaknya susah Gus untuk diajak ketemu. Saya menulis dua kali menyerukan agar para Ulama sepuh berkumpul dan melakukan Tabayyun, seperti yang dulu sering njenengan lakukan. Sampai sekarang belum juga dilakukan. Gus Aqil memang janji mau mencari solusi dengan cara santri. Gak tahu apa maksudnya, Gus.."

"Maksudnya ya sama dengan kata sampean tadi, membujuk agar mereka "ruju' ilal haq", kembali kepada kebenaran, dan "ishlah". Cuma kalau yang diminta kembali dan berislah cuma sebagian, sedangkan yang lain tidak mau mengalah, kan ya repot. PBNU sekarang kan seperti saya bilang sudah mirip pasar malam, isinya macem-macem gak karu-karuan..." Kata GD memberikan penjelasan.

"Masak mBah Sahal dan Gus Aqil mengalah Gus. Kan beliau-beliau itu terpilih sebagai Rois Aam dan Ketum PBNU di Makassar, sehingga punya hak untuk menentukan dalam menyusun Pengurus?" Saya coba berdalih.

"Secara legal formal memang begitu, tetapi dalam praktek kan harus mau saling mengalah. Seperti soal rangkap jabatan Ipul itu kan harus diselesaikan dan jangan dibiarkan menjadi masalah. Juga Pak As'ad, saya tahu beliau orang baik dan sangat penting bagi NU ke depan. Tetapi kan posisi tidak harus Waketum, kalau itu memang menjadikan banyak pihak kurang sreg. Sekarang memang elit NU senengnya rebutan, sih. Apalagi kalau sudah soal posisi politik, bukan lagi bersaing diam-diam dan fair tetapi sudah terbuka dan saling menjatuhkan. Padahal saya dulu sudah sering bilang, kalau mau berpolitik ke parpol saja.." Tegas beliau.

"Sekarang lahannya mungkin makin berkurang , Gus, karena sudah makin banyak orang NU yang pinter...hehehe.."

"Kan bisa toh diatur yang baik, jsutru mestinya makin banyak yang pinter ya makin tertib. Nggak seperti ini, susah-susah dibangun oleh para Masyayikh malah NU sekarang jadi mirip barang dagangan yang ditawarkan kepada siapapun yang mau beli dengan harga tinggi. Padahal nanti ujung-ujungnya warga NU yang menjadi korbannya. Coba lihat itu Lapindo, siapa korbanyya, wong NU kabeh Kang.. Tapi apa ya PBNU mau ngurus sampai sekarang? Itu orang-orang Pauruan yang ditembaki Marinir dulu, semuanya NU. Gimana urusannya sekarang? belum lagi urusan pembunuhan para Kyai di Situbondo, Banyuwangi, Jember. Blas.. gak ada juntrungannya sampai sekarang. Itu semua mestinya tugas PBNU untuk mengklarifikasi dan menuntaskan supaya warga NU merasa punya pelindung."

"Kembali ke soal kepengurusan PBNU ini Gus, bagaimana menurut njenengan?"

"Kalau mau baik dan rukun kembali, ya dilakukan perbaikan dan penyusunan ulang. Orang-orang yang tidak punya kemampuan dan berpolitik di NU disuruh ganti saja. Kyai Sahal harus tegas, dan Kang Said juga harus tahu diri, jangan belum-belum mau membekukan. Ingat pengalamannya mengurus NU masih cethek dan dia masih belum diterima sepenuh nya oleh sebagian Kyai di Jatim dan Jateng."

"Begitu ya Gus. Semoga saja pare elit PBNU diberi hidayah oleh Allah ya Gus. Saya rada miris melihat NU kok cakar-cakaran di tingkat atasnya begini. Maturnuwun Gus, lain kali saya sowan lagi. Assalamu'alaikum, Gus.."

"Salaam.. kalu mampir lagi kita ngomongin yang lain saja kang, kalau NU gak ada habisnya, hehehe..."

"Insya Allah Gus, hehehe...." 

selengkapnya >>>